Minggu, Maret 02, 2008

Kelaparan, Ibu Hamil dan Anaknya Tewas

01/03/2008 18:14 Kasus Kelaparan Sumber : http://www.liputan6.com/daerah/?id=155623 Liputan6.com, Makassar: Besse yang tengah hamil tujuh bulan bersama Bahir (lima tahun), anaknya, Sabtu (1/3), meninggal setelah menderita kelaparan akibat tiga hari tidak makan. Sedangkan Sari dan Aco, dua anak korban yang lain, masih bisa diselamatkan. Belum ada pernyataan secara medis yang menjelaskan warga Jalan Daeng Tata I itu meninggal akibat kelaparan. Namun keterangan Aisyah, tetangga Besse, menguatkan kondisi ekonomi keluarga Basri, suami korban yang berprosesi sebagai tukang becak, memang sangat memprihatikan. Sebab untuk makan saja mereka terkadang harus meminta kepada tetangga. Kusuma Wardani, ahli gizi Dinas Kesehatan Makassar, mengakui tewasnya Besse serta anaknya karena kelaparan sebagai preseden buruk. "Masalah kelaparan ini bukan hanya departemen kesehatan saja yang menanganinya, tetapi ada beberapa instansi terkait," kata dia. Yang pasti, kondisi ini sangat ironis dengan predikat Sulawesi Selatan sebagai lumbung pangan Syamsu Rizal, anggota DPRD Kota Makassar yang menangani masalah kesejahteraan masyarakat, geram mendengar ada warga Makassar yang meninggal akibat kekurangan pangan. "Ini sebagai kejadian memalukan yang menjadi tamparan bagi pemerintah kota dan seluruh masyarakat Kota Makassar," tutur dia. Syamsu menuding kasus ini diakibatkan tidak adanya koordinasi dari instansi-instansi yang menangani kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, dia bertekad akan segera membawa masalah ini ke rapat dewan. Sementara itu, jenazah Besse dan Bahir hari ini telah dipulangka ke kampung halamannya di Kabupaten Bantaeng untuk dimakamkan.(BOG/Iwan Taruna dan Rizal Randa)

Inna lillaahi wa inna ilaaihi roji'un... Selamat jalan Saudaraku Seiman dan Sebangsa, sungguh kini engkau telah benar-benar merdeka, semoga engkau berpulang dalam peluk Kasih dan Sayang-Nya... Kepergianmu adalah tamparan keras bagi kita yang masih hidup! Uraian bulir-bulir air mataku tak kan mampu membasuh kepedihan, kegetiran, dan kesakitan yang mengiring kepergianmu... Andai kau sempat, bisikan pesan dari langit untukku apa yang harus aku perbuat, agar tak lagi saudara-saudara kita mengalami nasib yang sama denganmu... Maaf sedikit ngerepoti titip pesan juga adukan saja siapa-siapa yang harus bertanggung jawab atas deritamu pada Sang Maha Pengadil...

Ironis memang di negeri yang dulu kita bangun dengan citra gemah lipah loh jinawi, murah senyum, gotong royong, ramah tamah... Namun ternyata benar lirik Slank itu semua InDoNeSia (Indah sekali/Dongeng tidurku/Nenek-nenek yang bercerita/Siapa-pun percaya). Ya..! Semua telah menjadi mitos, tamparan keras bagi kita yang masih punya nurani, bukan lagi harap bagi segelintir orang yang duduk-duduk kayak di Istana Negara RI, maupun di gedung lambang cabul di Senayan (MPR dan DPR), atau secara luas elit bangsa ini! Mahasiswa, Dosen, Kyai, Ustadz tentunya juga termasuk sebagai orang yang bertanngung jawab atas permasalahan ini, kalau sampai mereka berdalih untuk merasa tidak bertanggung jawab, tentu jelas, bahwa amanat kemanusiaan kita sebagai pemimpin di muka bumi ini, akan mendapat gugatan menurut saya. Apa yang salah? jelas banyak sekali, tinggal kita mau lihat dari sisi mana, dan mau benar-benar jujur terhadap kondisi bangsa yang kian hari terasa menyesakan nurani. Kemerdekaan kita sebagai bangsa rupanya tidak benar-benar berarti, ketika jati diri kita terenggut oleh kekuatan serba modal yang merasuk hingga tataran budaya, politik, agama, tentunya jelas ekonomi. Negara kita tak lagi memiliki orientasi yang jelas terhadap masa depannya, ketika para pemimpin lebih suka melayani kaum pemodal atau sebagian orang berduit negeri ini, generasi mudanya lebih suka buang-buang duit buat sesuatu yang tak jelas hanya karena mengikuti trend yang tak jelas asal muasalnya, para pemikirnya takut periuk nasinya pecah, para pemuka agamanya takut jama'ahnya kabur karena minimnya kemudahaan dari pemodal dan pemerintah, partai?!ah... yang satu ini (ntah yang nagaku berazas Islam atau yang nasionalis, atau yang religius-nasionalis-terbuka==> saya pikir sama saja!) mereka lebih senang rapat terkait masalah-masalah modal! lihat saja data di Republika, ataupun bandingkan seberapa cepat RUU yang di belakangnya menyangkut modal/uang pasti cepat jadi UU! Kebijakan pangan kita sungguh memprihatinkan, berapa kali pemerintah kelabakan di terjang permainan kotor masalah sembako, yang lebih membuat saya sebagai orang yang Alhamdulillah masih mengimani kekuasaan tuhan, prihatin dan ingin mengamuk, adalah ketika semua permasalahan bangsa ini ditimpakan pada kondisi alam, yang logika mudah saya ini konyol bagi kita yang punya akal bukan? apalagi ujung-ujungnya permasalahan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat kecil di tenderkan pada para tengkulak besar negara kita, ini menunjukan elit pemerintah kita (eksekutif dan legislatif) tidak mau ribet mengurusi rakyatnya. Bangsa ini juga terlanjur sakit! karena gempuran budaya tak kenal lagi etik moral begitu masif di propagandakan, akhirnya bangsa ini mengalami ketercerabutan akar budayanya sebagai Bangsa Timur. Harus ada titik pembalikan terhadap ini semua, terutama bagi generasi muda bangsa kita, untuk lebih percaya diri sebagai orang yang telah merasakan mandi dengan sinar matahari tropis, minum air bumi nusantara, dan makan dari sari pati tanah Merah Putih. Harus tetap bergerak membenahi segala persoalan yang melingkupi kita sebagai bangsa Indonesia, bukan malah terjebak pada gaya hidup hyperrealitas, apalagi bagi para intelektualnya jangan menjadi pelacur-pelacur di partai! Sebuah pertanyaan renungan saja :
- Masihkah kita bergairah menyambut pesta hura-hura kaum hiprokrit PEMILU 2009? kalau ya siapkah anda untuk meruabah kondisi?
- Masihkah kita arogan dengan ke-Aku-an dan ke-Kita-an?

Baca Selanjut...